047 - Ahlu Sunnah tidak ‘gelojoh’ dalam ketaatan kepada pemerintah Siri 2

Menyangkal Vonis Murji’ah terhadap Ahlu Sunnah

Respon kepada artikel seorang Ustaz yang memvonis kepada orang-orang yang ‘gelojoh’ mentaati pemerintah adalah Murji’ah, makanya di sini saya bawakan artikel dari Ustadzuna Yazid Abdul Qadir Jawas ketika membahas isu Murji’ah yang pernah digembar-gemburkan oleh sekelompok orang yang membawa fitnah kepada dakwah salaf suatu ketika dahulu.

Namun akhir-akhir ini kita dapat melihat adanya orang yang cuba membangkitkan semula isu ini dan alhamdulillah dengan izin dari Allah semoga artikel dari Ustadzuna ini dapat menyingkap syubhat yang tersebar saat ini.

Tajuk : CIRI-CIRI MURJI`AH YANG PALING MENONJOL
Oleh Ust Yazid Abdul Qadir Jawas

Murji`ah memiliki sekian banyak ciri, dan ada beberapa ciri yang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut.

[1]. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.

[2]. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.

[3]. Mereka mengharamkan istitsn` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.

[4]. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.

[5]. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.

[6]. Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati.[ Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, karya Imam al-Lalikâ-i.]

CIRI-CIRI MURJI’AH MENURUT AHLI BID’AH TERDAHULU

Dahulu para ahli bid’ah –dari kalangan Khawarij dan selainnya- menuduh Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah dengan irja`, dikarenakan perkataan mereka (Ahlus-Sunnah) bahwa pelaku dosa besar tidak dikafirkan, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan tersebut. Dan mereka berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkannya tidaklah kafir yang dapat mengeluarkannya dari agama.[ Syarah Aqîdah ath-Thahâwiyyah, karya Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi tahqiq para ulama dan takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.]

Di antara dali-dalil yang menunjukkan hal itu ialah sebagai berikut.

Pertama. Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibân bin Farrûkh, ia berkata:
"Aku bertanya kepada ‘Abdullah Ibnul-Mubârak: 'Apa pendapatmu tentang orang yang berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?’. ‘Abdullah Ibnul Mubârak menjawab,‘Aku tidak mengeluarkannya dari iman,’ maka Syaibân berkata,‘Apakah pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?,’ lalu ‘Abdullah Ibnul-Mubârak menjawab,‘Wahai, Aba ‘Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian'.”[ At-Takfîr wa Dhawâbithuhu, karya Syaikh Dr. Ibrâhim ar-Ruhaili.]
Kedua. Apa yang disebutkan oleh al-Qâdhi Abul-Fadhl as-Saksaki al-Hanbali (wafat 683 H) dalam kitabnya, al-Burhân:
Bahwa ada sekelompok ahlul bid’ah yang dinamakan dengan al-Mansuriyyah -mereka adalah sahabat dari ‘Abdullah bin Zaid-, mereka menuduh Ahlus-Sunnah sebagai Murji`ah, karena Ahlus-Sunnah mengatakan, orang yang meninggalkan shalat, apabila ia tidak mengingkari kewajibannya maka ia tetap seorang muslim; demikian menurut pendapat yang shahîh dari madzhab Imam Ahmad.
Mereka (ahlu bid’ah) mengatakan: “Ini menunjukkan bahwa iman menurut mereka (Ahlus Sunnah) adalah perkataan tanpa amal.”[ Dirâsât fil Ahwâ’, karya Syaikh Dr. Nâshir bin Abdul Karîm al-‘Aql.]
CIRI-CIRI SESEORANG TERLEPAS DARI MURJI’AH, MENURUT AHLUS-SUNNAH

Para ulama Ahlus-Sunnah telah menyebutkan sejumlah ciri yang dapat diketahui bahwa seseorang terlepas dari bid’ah Irja`, di antaranya ialah:

[1]. Mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah pernah ditanya: “Engkau berpendapat Irja`?," maka ia menjawab,“Aku mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi Murji`ah?!”[ Wasathiyyah Ahlis Sunnah, karya Syaikh Muhammad Bakarim bin Muhammad Ba’abdullah.]

[2]. Mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
Imam Ahmad ditanya tentang orang yang mengatakan: “Iman itu bertambah dan berkurang,” maka ia menjawab,“Orang ini telah berlepas diri dari Irja`.”

[3]. Mengatakan bahwa maksiat mengurangi iman dan membahayakannya.

[4]. Mengatakan bahwa kekufuran dapat terjadi dengan perbuatan sebagaimana dapat terjadi dengan keyakinan dan perkataan. Dan ada di antara amal yang menjadi kufur karena melakukan amal tersebut tanpa keyakinan, dan menganggap halal perbuatan tersebut.[ Firaq Mu’âhirah, karya Ghâlib bin Ali ‘Awâji.]

CIRI-CIRI SESEORANG TERLEPAS DARI MURJI`AH MENURUT HIZBIYYUN DAN HARAKIYYUN

Di antara ciri seseorang terlepas dari Murji`ah menurut kaum Hizbiyyun dan Harakiyyun ialah:

[1].Mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mutlak tanpa perincian yang telah disepakati oleh para salaf, Ahlus-Sunnah sejak dahulu sampai hari ini.

[2]. Mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan. Dalam masalah ini terjadi khilâf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama Ahlus-Sunnah sejak dahulu hingga hari ini. Menurut mereka, apabila seorang muslim berpendapat dengan dua pendapat tersebut, maka ia telah terlepas dari Murji`ah.[ Mujmal Masâ-ilil Îmân wal Kufr al-‘Ilmiyyah fi Ushûl al-‘Aqîdah as-Salafiyah, Syaikh Musa Âlu Nashr, Syaikh ‘Ali Hasan al-Halaby al-Atsary, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, Masyhur Hasan Alu Salman, Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah, Baasim bin Faishal al-Jawabirah, cet. II-Markaz Imam al-Albany.] –selesai nukilan-

Di sini saya (Abu Hurairah) sertakan lagi poin-poin bahawa seseorang itu terlepas dari sifat irja’ (Murji’ah).
1) Menyatakan boleh mengucapkan "insya Allah" dalam keimanan.
Imam Abdur-Rahman bin Mahdi rahimahullah berkata: ''Jika seseorang meninggalkan pernyataan 'insya Allah' (istitsnâ) dalam keimanan, maka itu adalah prinsip irja`' (Diriwayatkan oleh al-Aajuri dalam asy-Syari’ah (2/644) Dinukil dari al-Imam Al-Albani wa Mauqifuhu minal Irja, karya Abdul Aziz bin Rayyis ar-Rayyis, hlm. 23)

2) Menyatakan bahwa kekufuran bisa terjadi pada amalan-amalan anggota badan.
Hal ini karena semua firqah Murji`ah menyatakan bahwa tidak terjadi kekafiran dengan sebab amalan-amalan anggota badan. (Dinukil dari artikel Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari )
Valid atau tidak vonis Murji’ah kepada Ahlu Sunnah?

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam : “Barangsiapa berkata tentang seorang mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, Allah akan menempatkannya pada lumpur neraka, sehingga dia keluar dari apa yang telah dia katakan” [Shahih HR Abu Dawud, no. 3597, Ahmad (2/270 dan al-Baihaqi (6/82)]

Dari hadis di atas, maka saya menasihati diri saya dan teman-teman yang lain agar bertaqwa kepada Allah dan menjaga lisan kita dari menvonis seseorang itu khawarij, mubtadi’, Murji’i atau lainnya. Jangan kita mendahului para ulama dalam masalah ini. Kita serahkan kepada hal ini kepada ahlinya kerana hal ini dapat menjamin keselamatan dan kurangnya fitnah.

Jelasnya, vonis Murji’ah terhadap ahlu sunnah merupakan satu bentuk tuduhan yang melampau kerana tuduhan ini merupakan satu bentuk perlecehan terhadap para ulama ahlu sunnah wal jamaah dari kurun terdahulu hingga kini yang menyatakan bahawa ketaatan kepada pemerintah adalah antara persoalan aqidah. Inilah antara awal syiar kelompok khawarij yang gemar meremehkan ulama dalam upaya menyebarkan syubhat terhadap ahlu sunnah. Semoga Allah senantiasa menunjukkan kepada kita semua kepada jalan yang benar dan menjauhi syubhat-syubhat yang tersebar. Allahul Musta’an

Comments :

0 comments to “047 - Ahlu Sunnah tidak ‘gelojoh’ dalam ketaatan kepada pemerintah Siri 2”