Fitrah Manusia Mengakui Allah Di Atas Langit
Seluruh makhluk setiap kali berdo’a secara tabi’at dan jika hatinya adalah hati yang jernih (selamat) pasti akan mengangkat tangan ketika berdo’a lalu telapak tangannya diarahkan ke arah atas. Hal ini dilakukan dalam rangka merendahkan dirinya pada Allah. Inilah fitroh manusia, selalu menengadahkan tangannya ke arah atas ketika berdo’a. Lihatlah kisah berikut yang menceritakan bahwa fitroh manusia tidaklah mungkin mengingkari Allah berada di atas.
Diceritakan oleh Ibnu Abil ‘Izz bahwa Muhammad bin Thohir Al Maqdisi menceritakan bahwa gurunya Abu Ja’far Al Hamadzaniy hadir di majelis Al Ustadz Abul Ma’aliy Al Juwainiy –yang terkenal dengan Al Haromain-.
Jadi, hanya orang yang keluar dari fitrohnya sajalah yang tidak meyakini Allah berada di atas langit, namun malah meyakini bahwa Allah berada di mana-mana.
Lihatlah sikap Abu Hanifah terhadap orang yang tidak meyakini bahwa Allah berada di atas langit.
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-, beliau bertanya pada Abu Hanifah mengenai orang mengatakan, “Saya tidak tahu Rabbku di atas langit ataukah di bumi.”
Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman (yang artinya), ‘Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy’ dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.”
Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi.
Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit (Arsy Allah di langit), maka dia kafir.” (Diriwayatkan oleh Al Faruq dengan sanad dari Abu Bakr bin Nashir bin Yahya dari Al Hakam. Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 135-136)
Itulah keyakinan yang benar bahwa Allah berada di atas langit dan bukan di mana-mana. Sebagaiman hal ini juga dikatakan oleh Imam Malik.
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah. Abdullah bin Nafi’ berkata bahwa Malik bin Anas mengatakan, “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.” (Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shohih)
***
Mediu-Jogja, 23 Jumadil Ula 1430
Disediakan oleh Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Dicopy dari : rumaysho.wordpress.com
Seluruh makhluk setiap kali berdo’a secara tabi’at dan jika hatinya adalah hati yang jernih (selamat) pasti akan mengangkat tangan ketika berdo’a lalu telapak tangannya diarahkan ke arah atas. Hal ini dilakukan dalam rangka merendahkan dirinya pada Allah. Inilah fitroh manusia, selalu menengadahkan tangannya ke arah atas ketika berdo’a. Lihatlah kisah berikut yang menceritakan bahwa fitroh manusia tidaklah mungkin mengingkari Allah berada di atas.
Diceritakan oleh Ibnu Abil ‘Izz bahwa Muhammad bin Thohir Al Maqdisi menceritakan bahwa gurunya Abu Ja’far Al Hamadzaniy hadir di majelis Al Ustadz Abul Ma’aliy Al Juwainiy –yang terkenal dengan Al Haromain-.
Al Juwainiy berbicara mengenai peniadaan sifat ‘uluw (ketinggian dzat bagi Allah). Beliau mengatakan, “Allah itu ada namun bukan di ‘Arsy. Allah sekarang ada sesuai dengan tempat-Nya.”“Adapun secara fithroh: Allah Ta’ala telah menetapkan pada seluruh makhluk baik yang Arab maupun non Arab, sampai pun hewan ternak, mereka semua mengimani ketinggian Allah (di atas seluruh makhluk-Nya). Tidaklah setiap hamba mengarahkan do’anya atau menujukan ibadah kepada Rabbnya melainkan kita akan melihat dengan pasti bahwa mereka akan meminta pada Dzat yang berada di ketinggian dan orang-orang ini akan mengarahkan hati mereka ke langit. Dalam keadaan ibadah seperti ini tidaklah mungkin mereka menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidaklah mungkin mereka berpaling dari konsekuensi fitroh ini kecuali orang yang telah disesatkan oleh setan dan hawa nafsu.” (Fathu Robbil Bariyyah, hal. 29)
Lantas Abu Ja’far mengatakan,
“Sampaikanlah pada kami wahai guru, kenapa muncul keraguan dalam hati kami ini?” Seorang yang arif ketika berdo’a kepada Allah dengan menyaut : “Ya Allah”, pasti hatinya meyakini bahwa Allah berada di atas sana, hatinya tidak mungkin menoleh ke kanan dan ke kiri. Bagaimana kami menghilangkan keraguan yang terbetik dalam hati kami ini?
Setelah itu Abul Ma’aliy malah memukul (menampar) kepalanya, kemudian dia turun. Kemudian dia menangis. Lantas Abul Ma’aliy mengatakan, “Wahai Al Hamadzaniy, aku sebenarnya dalam keadaan bingung! Aku sebenarnya dalam keadaan bingung!”
Al Hamadzaniy memaksudkan bahwa ini adalah fitroh yang telah ditetapkan oleh Allah pada hamba-Nya yang mereka tidak dapati hal ini pada guru-gurunya. Mereka mendapati dalam hatinya ketika berdo’a pasti hatinya akan menghadap Allah yang berada di atas seluruh makhluk-Nya. (Syarh Al Aqidah Ath Thohawiyah, 2/445-446)
Jadi, hanya orang yang keluar dari fitrohnya sajalah yang tidak meyakini Allah berada di atas langit, namun malah meyakini bahwa Allah berada di mana-mana.
Lihatlah sikap Abu Hanifah terhadap orang yang tidak meyakini bahwa Allah berada di atas langit.
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-, beliau bertanya pada Abu Hanifah mengenai orang mengatakan, “Saya tidak tahu Rabbku di atas langit ataukah di bumi.”
Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman (yang artinya), ‘Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy’ dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.”
Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi.
Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit (Arsy Allah di langit), maka dia kafir.” (Diriwayatkan oleh Al Faruq dengan sanad dari Abu Bakr bin Nashir bin Yahya dari Al Hakam. Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 135-136)
Itulah keyakinan yang benar bahwa Allah berada di atas langit dan bukan di mana-mana. Sebagaiman hal ini juga dikatakan oleh Imam Malik.
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah. Abdullah bin Nafi’ berkata bahwa Malik bin Anas mengatakan, “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.” (Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, 138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shohih)
***
Mediu-Jogja, 23 Jumadil Ula 1430
Disediakan oleh Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Dicopy dari : rumaysho.wordpress.com
kata Imam Abu Hanifah :
من قال لا أعرف ربي في السماء أم في الأرض فقد كفر , وكذا من قال إنه على العرش
ولا أدري العرش أفي السماء أم في الأرض
rujukan :
الفقه الأبسط ص46 , ونقل نحو هذا اللفظ شيخ الإسلام ابن تيمية في مجموع الفتاوى 5/48 , وابن القيم في اجتماع الجيوش الإسلامية ص139 , والذهبي في العلو ص101-102 , وابن قدامة في العلو ص116 , وابن أبي العز في شرح الطحاوية ص301