025 - Sikap berhati-hati dalam menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam -Siri Akhir-

Untuk akhirnya, saya menggariskan panduan kepada semua saudaraku yang dirahmati Allah tentang kaedah dalam menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Panduan dalam menyampaikan hadits

1. Dia tidak menyampaikan hadits palsu
2. Dia tidak bersangka-sangka (zhan) tentang hadits yang dibawanya
3. Mempunyai ingatan yang kuat
4. Tidak menambah dan membuat ringkasan sehingga merubah makna, hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang ahli sahaja dalam bidang hadits ataupun orang yang mempunyai asas dalam ilmu hadits seperti sanad, matan, riwayat, jarh wa ta’dil dan semacamnya
5. Menyebut perawi hadits, minimum menyebutkan dari kitab mana dia mengambil hadits seperti Shahih Bukhari dan lainnya kecuali orang yang ahli dalam bidang ini tidak mengapa untuk tidak menyebut perawinya
6.Mengetahui derajat hadits yang dinukil
7. Mengambil hadits dari kitab-kitab muktabar yang telah diteliti haditsnya dan baru kemudian disampaikan
8. Tidak menyampaikan hadits dhaif kemudian berhujah untuk fadhailul a’mal (InsyaAllah akan ada pembahasannya di waktu yang akan datang, bi Iznillahi Ta’ala)
9.Menerima tahqiq hadits yang telah sah, contohnya apabila ada suatu hadits yang dibahasnya, lalu datang keterangan bahawa hadits tersebut adalah tidak shahih serta tidak boleh dijadikan hujah, makanya orang ini wajib menerima keterangan tersebut jika hujahnya itu kuat dan berdasarkan kaedah syar’ie

Panduan dalam mendengarkan hadits

1. Setelah dia mendengarkan hadits, wajib ke atasnya untuk meneliti kebenaran ucapan orang yang menyampaikan
2. Berhati-hati dalam menerima hadits, kerana para ulama hadits telah menukilkan bagaimana pemalsu-pemalsu hadits telah merusak Sunnah Nabi r. Berkata Hammad bin Zaid (seorang tabi’ut tabi’in yang terkemuka wafat pada tahun 190H) : “kaum zindiq telah memalsukan hadits atas nama Rasulullah r sebanyak 14,000 hadits (palsu/maudhu’).”
Ada seorang pendusta hadits Abdul Karim bin Awjaa' di zaman khalifah al-Mahdi di Bashrah pada tahun 160H, ketika saat ingin hendak dibunuh dia mengatakan ; “Demi Allah sesungguhnya aku telah memalsukan (hadits) pada kamu sebanyak 4000 hadits (palsu). Aku haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan padanya perkara yang haram.”
Imam Nasai’e berkata : Para pendusta hadits yang terkenal berjumlah 4 orang : 1) Ibnu Abi Yahya di Madinah, 2) al-Waqidiy di Baghdad, 3) Muqatil bin Sulaiman di Khurasan, 4) Muhammad bin Said di Syam yang terkenal dengan sebutan Mashlub yakni orang yang mati disalib”. (Adh-Dhu’afaa Wal Matrukin ms. 310).

Berkata guru kepada Imam Malik (wafat tahun 148H) : ada seorang lelaki yang telah bertaubat dari bid’ahnya (kesalahannya) dia berkata; “Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu mengambilnya! Kerana kami dahulu , apabila berpendapat, kami jadikan pendapat kami itu sebagai sebagai hadits”

Berkata Abdullah bin Lahi’ah wafat tahun 174H, aku telah mendengar seorang Syaikh dari Khawarij yang telah bertaubat dia berkata : “Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah agama kamu, maka perhatikanlah dari mana kamu mengambil agama kamu. Kerana kami dahulu ketika condong kepada satu urusan, maka kami jadikan urusan itu sebagai hadits (dia menjadikan bid’ahnya itu sebagai hadits palsu).” (Lihat kitab al-Madkhal ms. 51-59, al-Maudhu’aat 1/37-47, Majmu’ Fatawa 18/46 dll)
3. Mendengarkan hadits dari orang yang ahlinya, minimum orang itu mempunyai ilmu dalam menyampaikan hadits yang telah diteliti kesahihannya, ataupun dia seorang yang menyampaikan hadits dengan sanad dan matannya serta perawinya dan kemudian dia menyebutkan derajat hadits tersebut.

Kesimpulan

Semua panduan di atas tidaklah dapat dicapai kecuali dengan jalan menuntut ilmu, mungkin ini berat bagi orang yang malas, sedangkan di dalam Islam segala-galanya berkisar kepada apa yang dikatakan oleh al-Quran dan Sunnah, dan orang-orang yang bertaqwa sahaja yang bersungguh-sungguh dalam memahami ilmu untuk kebaikan agamanya.

Jika ada yang berkata, “ini kerja para ulama mengapa pula kita perlu menyibukkan diri dalam urusan ini?”. Maka kami katakan, Ya ini memang tugas ulama, dan tugas kita adalah menelaah kitab-kitab ulama tersebut sebelum kita berbicara tentangnya (misalnya tentang hadits), Jadi kewajipan kita adalah dengan ittiba’ (mengikuti) kajian ulama-ulama tersebut, adakah ini perkara yang sukar?

Ya, boleh jadi ianya sukar bagi orang-orang yang malas dan bermudah-mudah dalam menyampaikan hadits, sedangkan Nabi shallallahu 'alahi wa sallam telah memperingatkan tentang hal ini. Bagi mereka yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka wajib ke atas mereka untuk melakukan hal yang telah disebutkan, kerana andai kata kita tersalah dalam menyampaikan hadits, contohnya kita mengatakan ini dari nabi, ini sunnah nabi namun pada hakikatnya tidak ada keterangan tersebut dari nabi, boleh saja kita terjerumus ke dalam hadits Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dari Hudzaifah al-Yamani (dalam hadits yang panjang) :
“Aku (Hudzaifah) berkata : Dan apakah setelah kejelekan ini akan datang kebaikan?” Beliau shallallahu 'alahi wa sallam menjawab : “Ya, tetapi di dalamnya ada asap”. Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?”
Beliau menjawab : “Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan (manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya”. Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan ini akan datang kejelekan lagi ?”
Beliau menjawab :”Ya, (akan muncul) para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka”. Aku bertanya : “Ya Rasulullah, sebutkan cirri-ciri mereka kepada kami ?”
Beliau menjawab : “Mereka dari kulit-kulit/golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita...” (Hadits shahih riwayat Muslim 12/235)”
Jadi sebaiknya kita mempersiapkan diri terlebih dahulu, minimum mengetahui hadits yang kita ingin sampaikan, apakah ianya sah dari Nabi shallallahu 'alahi wa sallam atau tidak. Allahu a’lam

Rujukan
1. Al-Masaail jil 1 dan 2 Ust Abd Hakim Amir Abdat Terbitan Darus Sunnah
2. Jami’ush Shaghir Muhammad Nasiruddin Albani (Maktabah Syamilah)

Comments :

2 comments to “025 - Sikap berhati-hati dalam menyampaikan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam -Siri Akhir-”
zul berkata...
on 

salam..

mintak copy paste artikel nih...

post akan dikreditkan atas nama saudara...

ada masalah x?

Abu Hurairah berkata...
on 

ok silakan...moga bermanfaat kepada saya dan antum.